Beberapa minggu yang lalu aku menyiapkan barang-barang yang akan dibawa untuk perjalanan ke Yogyakarta. Karena ini merupakan perjalanan pertama, plus ukuran tas yang cukup kecil, aku pun menyiapkan barang seperlunya saja. Dan tentu saja, setelah menjalani perjalanan dengan ransel mungil (20 liter tidak mungil juga sih, tapi masih jauh lebih kecil daripada ransel yang biasa dibawa para backpacker) ada barang-barang yang ternyata aku perlu namun tidak dibawa. Ada barang yang aku bawa namun ternyata tidak terpakai sama sekali. Ada pula barang yang salah aku bawa.
Ini dia barang-barang yang aku bawa:
- pakaian
- handuk kecil
- hair dryer
- ikat rambut
- sabun dan sampo
- sikat gigi + odol
- deodoran, hair wax, sunblock
- lensa kontak, cairan, tetes mata, kaca mata
- guide book
- kamera
- laptop + charger
- ponsel, charger, dan headset
- vitamin C, obat diare, plester
- kantong plastik dan plastik berklip (ziplock bag)
- topi kupluk
- sandal jepit
- payung
- tissue
- buku catatan + pulpen
Barang-barang yang dibawa ini disesuaikan dengan acara perjalanan, lokasi tujuan (Yogyakarta), musim (hujan), profesi pekerjaan, dan panjang rambut. Mengapa panjang rambut jadi pertimbangan? Tentu saja, kalau kepalaku botak kan aku tak perlu bawa sampo, ikat rambut, dan hair wax 🙂
Barang-barang yang ternyata dibutuhkan namun tidak dibawa:
Deterjen
Dalam rangka travel minimalis, aku hanya membawa tiga setel baju tipis. Oleh karena itu, pilihan yang tersedia adalah aku mencuci ke laundry atau mencuci sendiri. Awalnya aku coba ikuti trik yang dilakukan orang dengan mencuci pakai sampo. Rupanya cara ini tidak cocok untuk perjalanan yang aku lakukan karena dua hal:
- Sampo cepat habis. Sampo yang aku bawa sebanyak 80ml tidak cukup untuk mencuci rambut dan baju selama tujuh hari perjalanan.
- Tidak berhasil mengangkat noda tanah. Sepanjang perjalanan kita akan banyak duduk di atas bebatuan, naik sepeda, menapaki jalan setapak. Noda tanah yang menempel di baju sulit untuk dibersihkan memakai sampo.
Celana panjang
Bepergian di musim hujan berarti ada kemungkinan kita akan basah kuyup, sekalipun sudah menyiapkan payung dan jas hujan. Ketika pergi menyusuri berbagai situs candi di sekitar Prambanan, hujan turun begitu derasnya. Jadi sebelum kembali ke penginapan, aku mesti mampir ke Malioboro untuk membeli celana panjang.
Topi
Aku bawa topi kupluk. Tapi sinar matahari begitu menyengat membakar wajah. Topi dengan tudung yang lebar sangatlah berguna. Mungkin topi yang biasa dipakai ajumma kalau olahraga boleh dicoba!
Card reader
Karena aku memotret menggunakan kamera saku, aku perlu memindahkan fotonya dari kamera ke laptop. Sebenarnya ini bisa dilakukan setelah pulang. Tetapi terkadang kita perlu mengunggah beberapa foto atau mengirimkan beberapa foto di tengah perjalanan.
Aku lupa membawa kabel data. Kameraku pun tak ada fitur wifi-nya, belum secanggih itu. Laptopku tak ada card reader-nya. Kartu data yang dipakai di kamera adalah SD, bukan microSD, jadi tidak bisa dibuka juga dari ponsel. Alhasil aku mesti merogoh kocek lagi untuk beli card reader. Padahal aku punya card reader dan kabel data di rumah.
Barang-barang yang tak terpakai:
Hair dryer
Tujuan aku membawa hair dryer ini sebenarnya bukan untuk mengeringkan rambut, tapi untuk mengeringkan pakaian. Dan meskipun aku coba pakai beberapa kali, rasanya tidak terlalu berguna. Dari pengalaman, ternyata walaupun baju yang aku bawa semuanya baju tipis, hair dryer 350W yang aku punya tidak efektif mengeringkan pakaian. Mungkin bisa kalau aku pakai hair dryer 1600W, tapi aku ragu apakah daya listrik di penginapan cukup untuk menyalakan listrik sebesar itu. Lagipula ukuran hair dryer berdaya besar juga cukup besar untuk masuk ke ransel minimalisku.
Masih jauh lebih mudah mengeringkan pakaian dengan dijemur satu dua jam di bawah terik matahari. Dari tempat-tempat penginapan yang aku kunjungi di Yogyakarta, semuanya menyediakan jemuran terbuka, atau membolehkan aku untuk menjemur pakaian di atap tempat jemuran mereka.
Kondisi musim hujan di Yogyakarta saat itu hujan biasanya turun di sore hingga malam hari. Sedangkan paginya relatif cerah. Jadi aku bisa menyusun rencana mencuci dan menjemur di pagi hari, bepergian sejenak, lalu mengambilnya sebelum check out.
Pakaian renang
Perlu atau tidaknya tergantung perjalanan yang kita lakukan. Rencana perjalananku adalah menyusuri situs-situs bersejarah di Yogyakarta. Tidak ada rencana ke pantai atau ke kolam renang sama sekali.
Ponsel
Bukan ponsel utama, tapi ponsel cadangan. Ponsel utama yang aku punya memiliki manajemen baterai yang cukup baik, sehingga mampu bertahan selama dua hari tanpa diisi daya. Selama tujuh hari perjalanan, aku tak sekalipun menyalakan ponsel cadangan. Lagipula, di Yogyakarta aku bisa mengisi daya baterai di tempat penginapan setiap hari.
Barang-barang yang salah bawa:
Sunblock
Ketika pergi berenang, biasanya aku menggunakan sunblock dari Nivea. Untuk perjalanan ini, aku membawa sunblock Banana Boat SPF 30. Rupanya sunblock ini tidak cocok ketika digunakan. Kulit memerah dan terasa panas. Malioboro Mall jadi tempat yang aku tuju untuk membeli sunblock lain, padahal harga sunblock itu sekitar seratus ribu rupiah. Uang berkurang, beban bawaan bertambah. Padahal aku bisa pakai itu untuk mencicipi macam-macam makanan di Malioboro.
Pesan moral: untuk produk perawatan kulit, pastikan dulu produknya cocok sebelum dibawa bepergian.